Lisan yang allah karuniakan kepada kita ini tak bertulang,
namun dengannya keluar kata-kata yang begitu luar biasa..
Bisa menjadikan orang menjadi bahagia, bisa juga membuat
bersedih, maka ada pepatah jika lidah itu lebih tajam daripada pedang, ini
benar sekali
Ketika seorang tak bisa menjaga lisannya ini bisa membuat
perseteruan teman antar teman, bahkan hubungan keluarga sekalipun menjadi
sebuah permasalahan maka ada hal yang harus di perbaiki yaitu komunikasi
Perlu ilmu untuk menjaga lisan yang senantiasa kita ucapkan
ini, perlu kehati-hatian yang luar biasa agar lisan ini tak menjadikan kita
berujnga pada kerugian dan merugikan orang lain.
Yang harus lebih hati-hati adalah kata-kata “Gak akan mungkin, pasti, mustahil,”,
kata-kata ini menjadi sebuah problem dimana tujuannya menafikan kekuasaan
allah, jika Allah berkata kun maka akan terjadi..
Kata gak akan mungkin,
dia di pakai dalam kalimat gak akan mungkin dia suka padaku padahal yang
membolak-balikan hati yaitu Allah swt, banyak kasus yang terjadi di luar
kemampuan logika kita
Kata pasti, dia di pakai dalam kalimat, aku pasti akan
mengerjakannya besok, atau janji pasti bisa datang, padahal ucapkanlah
insyaallah (jika Allah menghendaki) karena tak ada yang tahu apakah esok kita
masih hidup atau sudah di panggil atau meninggal dunia, rasulullah pun pernah
di tanya oleh kaum kafir dan rasul menyanggupinya akan menjawab besok, dimana
menunggu turun wahyu dari Allah namun esoknya tak bisa menjawab karena wahyu
tidak turun, dan setelah itu allah mengur rasulullah yang termaktub dalam al
qur’an dimana isinya ucapkan insyaallah..
Kata mustahil, dia
dipakai dalam kalimat mustahil ini terjadi, padahal segala kejadian itu allah
yang menakdirkan maka ingat kembali rukum iman yang 6, iman kepada allah,
malaikat, kitab, rasul, hari kiamat dan terakhir iman kepada qada dan qadar, ketentuan
allah yang baik atau buruk menurut kita belum tentu buruk menurut allah, karena
allah lah pemilik kalam / ilmu kita hanya sedikit tau tentang ilmu.
Untuk itu sudah sepatutnya kita berhati-hati dengan ucapan
yang kita keluarkan dari lisan kita, karena boleh jadi bisa menjadi do’a ,
berusahalah unutk berfikir positif dalam di setiap waktu yang masih allah
berikan pada kita, karena lisan ini di ibaratkan sebuah corong dalam teko yang
akan mengeluarkan isi teko, jika teko itu di isi dengan air kopi yang keluarpun
kopi, begitupun dengan pikiran kita jika di isi dengan hal-hal yang positif
maka lisanpun akan keluar kata-kata yang baik-baik saja.
Teringan sebuah hadist
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada dua buah kalimat yang ringan
di lisan namun berat di dalam timbangan, dan keduanya dicintai oleh ar-Rahman,
yaitu ‘Subhanallahi wabihamdihi, subhanallahil ‘azhim’.” (HR. Bukhari
[7573] dan Muslim [2694])
Subhanallahi Wabihamdih
Makna ucapan subhanallah –Maha suci Allah- adalah; anda
menyucikan Allah ta’ala dari segala aib dan kekurangan dan
anda menyatakan bahwa Allah Maha sempurna dari segala sisi. Hal itu diiringi
dengan pujian kepada Allah –wabihamdih– yang menunjukkan kesempurnaan
karunia dan kebaikan yang dilimpahkan-Nya kepada makhluk serta kesempurnaan
hikmah dan ilmu-Nya (lihat Syarh Riyadh as-Shalihin li Ibni Utsaimin,
3/446)
Apabila telah terpatri dalam diri seorang hamba mengenai
pengakuan dan keyakinan terhadap kesucian pada diri Allah dari segala
kekurangan dan aib, maka secara otomatis akan terpatri pula di dalam jiwanya
bahwa Allah adalah Sang pemilik berbagai kesempurnaan sehingga yakinlah dirinya
bahwa Allah adalah Rabb bagi seluruh makhluk-Nya. Sedangkan keesaan Allah dalam
hal rububiyah tersebut merupakan hujjah/argumen yang mewajibkan manusia untuk
mentauhidkan Allah dalam hal ibadah –tauhid uluhiyah-. Dengan demikian maka
kalimat ini mengandung penetapan kedua macam tauhid tersebut –rububiyah dan
uluhiyah- (lihat Taudhih al-Ahkam, 4/885)
Makna pujian kepada Allah
Al-Hamdu atau pujian adalah sanjungan kepada Allah dikarenakan
sifat-sifat-Nya yang sempurna, nikmat-nikmat-Nya yang melimpah ruah,
kedermawanan-Nya kepada hamba-Nya, dan keelokan hikmah-Nya. Allah ta’ala memiliki
nama, sifat dan perbuatan yang sempurna. Semua nama Allah adalah nama yang
terindah dan mulia, tidak ada nama Allah yang tercela. Demikian pula dalam hal
sifat-sifat-Nya tidak ada sifat yang tercela, bahkan sifat-sifat-Nya adalah
sifat yang sempurna dari segala sisi. Perbuatan Allah juga senantiasa terpuji,
karena perbuatan-Nya berkisar antara menegakkan keadilan dan memberikan
keutamaan. Maka bagaimana pun keadaannya Allah senantiasa terpuji (lihat al-Qawa’id
al-Fiqhiyah karya Syaikh as-Sa’di, hal. 7)
Syaikh al-Utsaimin rahimahullah berkata, “al-hamdu adalah
mensifati sesuatu yang dipuji dengan sifat-sifat sempurna yang diiringi oleh
kecintaan dan pengagungan -dari yang memuji-, kesempurnaan dalam hal dzat,
sifat, dan perbuatan. Maka Allah itu Maha sempurna dalam hal dzat, sifat,
maupun perbuatan-perbuatan-Nya.” (Tafsir Juz ‘Amma, hal. 10)
Subhanallahil ‘Azhim
Makna ucapan ini adalah tidak ada sesuatu yang lebih agung dan berkuasa
melebihi kekuasaan Allah ta’ala dan tidak ada yang lebih
tinggi kedudukannya daripada-Nya, tidak ada yang lebih dalam ilmunya
daripada-Nya. Maka Allah ta’ala itu Maha agung dengan dzat dan sifat-sifat-Nya
(lihat Syarh Riyadh as-Shalihin li Ibni Utsaimin, 3/446).
Hal itu menunjukkan keagungan, kemuliaan, dan kekuasaan Allah ta’ala,
inilah sifat-sifat yang dimiliki oleh-Nya. Di dalam bacaan dzikir ini tergabung
antara pujian dan pengagungan yang mengandung perasaan harap dan takut kepada
Allah ta’ala (lihat Taudhih al-Ahkam, 4/884-885).
( terinspirasi oleh obrolan kecil dengan seorang teman
bernama Sony Herdiansyah,ST ketika berdiskusi di tempat kerja dengan bahan obrolan
wanita cantik kewarganegaraan Dubai bernama Lana rose)